Trimester Pertama Kehamilan di Jepang (2)
Dan Pemeriksaan Dokter Pun Dimulai...
Meskipun
Sensei sering bercanda akan kehamilan
calon anak ke-4 kami, tapi perhatian beliau tidak ada duanya. Beliau
membicarakan khusus masalah ini empat mata dengan suami cukup lama. Salah satu
pertanyaan diawal adalah, “Apakah istrimu
tetap harus mengambil S2 dengan kehamilan ini?” “Kalau kuliah, bagaimana dengan bayi dan juga anak bungsu yang sekarang
ini belum usia 2 tahun?” Beliau juga menjelaskan bagaimana wanita Jepang
saat hamil dan melahirkan, semua hal yang berkaitan dengan urusan ini harus
diketahui oleh pihak Kantor Pemerintah karena mereka akan memberikan kupon
pemeriksaan kehamilan, membantu biaya persalinan, dan lain sebagainya.
Setelah
suami menjelaskan bahwa kedatangan saya ke Jepang adalah karena amanah Tugas
Belajar dari Pemerintah Kota setempat, beliau paham bahwa tidak ada jalan lain
untuk meminta saya tetap tinggal dirumah dan membatalkan rencana melanjutkan
studi. Beliau mulai mengatur rencana untuk pemeriksaan kehamilan pertama.
Beliau menyarankan untuk mengunjungi Klinik Kurobe di distrik Hayashimichi,
sekitar 15 menit perjalanan menggunakan kereta.
Kenapa
jauh sekali? Karena permintaan kami akan dokter wanita untuk pemeriksaan hingga
persalinan. Sepengetahuan beliau dokter wanita ada di Kurobe Klinik dan bisa
janjian terlebih dahulu terkait jadwal pemeriksaan pertama kami. Kami pun
menyetujui rekomendasi beliau. Beliau memberikan sepucuk nota dan kartu nama
beliau, setelah menelpon secara khusus klinik tersebut yang letaknya tidak jauh
dari kediaman beliau. Dan tentu saja, meminta si tutor untuk menemani
kami ke tempat tersebut.
Pemeriksaan
pertama di Hayashimichi kami lakukan pada tanggal 19 Juni 2017, saat itu saya mulai hunting
informasi dari internet terkait pengalaman mahasiswa Indonesia sebelumnya yang
pernah/istrinya hamil dan melahirkan di Jepang. Ternyata biaya yang dikeluarkan diawal cukup mahal dari info
yang saya baca, sekitar 1 man (diatas
1 juta rupiah). Saya pun membawa uang sejumlah itu, dan masih berharap semoga
saja tidak semahal itu biaya pemeriksaan pertama ini.
Tiba di
Kurobe Klinik, ternyata daftar ibu hamil yang mengantri sudah beberapa orang.
Sebelumnya saya diminta untuk ke toilet untuk pengambilan sample urine. Saya pikir mereka ingin menge-test ulang apakah saya benar-benar hamil. Ternyata urine test ini tetap akan dilakukan di pemeriksaan berikutnya. Seorang
suster yang ramah menjelaskan dalam bahasa Jepang, dengan bahasa tubuh yang
membuat saya faham maksud ucapannya. Saya diminta menulis nama dengan spidol di
gelas plastik yang telah tersedia di dalam toilet lalu memasukkannya di tempat
kecil di dinding yang dilapisi kaca geser tidak tembus pandang. Tempat kecil
tersebut terhubung dengan ruang sebelahnya untuk suster lainnya bisa langsung
mengambil gelas urine dengan mudah
untuk diperiksa.
Saya coba
menghitung durasi seorang pasien dipanggil namanya dan keluar dari ruang
dokter. Sekitar 15- 20 menit per orang, sehingga membuat saya harus menunggu
hampir 1,5 jam lamanya. Seingat saya di tanah air pemeriksaan kandungan per
pasien hanya berkisar 5 – 10 menit saja. Tibalah giliran saya bertemu dokter.
Beliau adalah dokter perempuan paruh baya yang ramah, dengan Bahasa Inggris
yang terbata-bata (karena mungkin jarang digunakan) berusaha semaksimal mungkin
agar saya mengerti akan penjelasannya.
Sebelum
menjalani USG, seorang suster meminta saya melepas sepatu sebelum masuk ruang
kecil pemeriksaan, lalu memberikan sepasang sandal khusus berwarna pink. Hal
yang mengagetkan adalah ketika suster meminta saya melepas underwear dan meletakkannya di atas tempat plastik yang telah
disediakan. Agak kaget ketika menyadari bahwa USG akan dilakukan melalui
vagina, karena ini adalah pengalaman pertama kalinya.
Saya juga
baru mengetahui bahwa probe USG
transvaginal dapat menjangkau rahim, indung telur dan sekitarnya, sehingga
dapat menilai suatu kelainan dengan lebih baik dibandingkan USG lewat perut. Pada usia
kehamilan yang masih dini, terkadang diperlukan pemeriksaan USG lewat vagina
untuk memastikan adanya kantung janin, lokasi serta usia kehamilan. Setelah selesai pemeriksaan USG, dokter meminta izin
untuk mengambil cairan dalam untuk pemeriksaan papsmear. Pemeriksaan serupa saya dapatkan dikunjungan berikutnya
selama di Kurobe Klinik ini.
Di
pemeriksaan pertama (yang berlangsung 15-20 menit itu), beliau menjelaskan
kemungkinan abortion pada kehamilan
saya. Masalahnya, saya tidak bisa menentukan kapan waktu haid terakhir. Memang
bulan sebelumnya ada darah yang keluar tapi kuantitasnya sedikit sekali. Dengan
2 kemungkinan waktu haid terakhir, maka ada 2 kemungkinann yang terjadi di
kehamilan saya dari hasil foto USG. Jika diambil dari haid pertama, maka tidak
normal karena kantung rahim masih kosong. Sementara jika diambil waktu dari
haid kedua, maka kondisi kantung rahim saat itu adalah normal karena janin
masih sangat kecil. Saya diminta untuk menunggu hasil pemeriksaan kehamilan
dikunjungan berikutnya 2 pekan kemudian.
Dengan
diberikan 1 buah buku diary kecil
untuk catatan kehamilan, saya juga diberikan 2 buah print out foto pemeriksaan USG. Setelah keluar dari ruang dokter,
saya harus menunggu sebentar sebelum nama saya dipanggil untuk pembayaran
kasir. Penuh harap saat nama saya dipanggil, semoga saja tidak lebih dari
jumlah uang yang saya bawa. Ternyata ketika diberikan kertas tagihan, totalnya
hanya 2.700 saja. Alhamdulillaah,
dengan harga pemeriksaan yang kurang lebih sama dengan dokter kandungan di
tanah air, saya sangat bersyukur sekali.
Kunjungan
berikutnya adalah 5 Juli 2017, saya kembali di USG dan ditanyakan kepastian
tanggal haid terakhir. Dari hasil pemeriksaan, dokter menjelaskan kalau janin
dalam kandungan berkembang baik jika sesuai perhitungan usia kehamilan 7 pekan
4 hari. Beliau juga menanyakan dimana saya akan melakukan persalinan, karena
jarak rumah sakit terdekat adalah pilihan terbaik bagi seorang ibu yang akan
bersalin. Lagipula kereta hanya beroperasi sampai jam 12 malam saja, sementara
waktu persalinan bisa kapan saja.
Saya menjawab
kalau rencana tempat persalinan adalah Kagawa Medical University. Beliau
menanyakan apakah saya akan segera berpindah tempat pemeriksaan bulanan kesana,
karena beliau akan memberikan Surat Pengantar ke Yakuba/役場 Miki Town dan Rumah Sakit pilihan saya. Beliau juga menanyakan,
“siapa nama dokter yang akan memeriksa
saya nanti?” Saya jawab, “Saya belum tahu”.
Lalu beliau memastikan apakah saya memilih dokter wanita yang bisa berbahasa
Inggris? “Ya, tentu saja,” jawab saya
dengan antusias. Beliau berkata kalau surat pengantar bisa diberikan saat usia
kehamilan minimal 9 pekan, yakni tepat di jadwal kunjungan saya 2 minggu
kemudian.
Masih
dibekali 2 buah print out foto USG,
saya hanya membayar 1.980 di kunjungan kedua itu. Di kunjungan berikutnya pada
19 Juli 2017 foto USG sudah menunjukkan janin yang terbentuk. 3 buah print out foto kali ini diberikan beserta surat pengantar ke Yakuba Miki Town, dan sebuah catatan yang berisi waktu, nama dokter dan
sederet keterangan penting lainnya dalam Bahasa Jepang.
Satu hal yang
saya catat dari kunjungan dokter kandungan di Jepang adalah tidak adanya
kalimat negatif yang dilontarkan, baik dari segi berat badan saya yang rendah,
kehamilan anak ke-4 dengan jarak berdekatan ataupun hal buruk lainnya. Saya
tidak diberikan obat-obatan apapun, baik itu vitamin ataupun asam folat yang
biasa diberikan di tanah air. Pun, saya tidak disarankan minum susu atau
dilarang makan ini itu selama dalam pemeriksaan tersebut tidak ditemukan gejala
yang mengharuskan melakukan tindakan khusus.
Ternyata,
bagi ibu hamil di Jepang akan ditawarkan kelas khusus konsultasi dengan dokter
kandungan terkait segala hal yang ingin ditanyakan atau menjadi masalah selama
kehamilan. Untuk menghadiri kelas tersebut, pasien harus mengisi formulir
tertentu. Jadi, pemeriksaan hanya terkait gejala umum kehamilan tanpa
pertanyaan yang bersifat konsultatif. Itu pun sudah memakan waktu yang cukup
lama karena waktu USG sendiri bisa sekitar 10 menitan.
Bagi
kehamilan anak pertama, maka disediakan kelas khusus bagi pasangan yang akan
menjadi orangtua baru. Di kelas tersebut akan diajari beberapa latihan dasar
keseharian menjadi orangtua, seperti cara memandikan bayi, mengganti popok,
menggendong, dan lain sebagainya. Kelas ini dihadiri oleh suami istri, sehingga
suami juga mendapat ilmu yang sama sebagai calon ayah terkait pengasuhan anak
yang kelak akan lahir untuk membantu tugas sang istri.
Dan yang
paling penting adalah, kelas-kelas khusus terkait gizi dan makanan sehat banyak
tersedia setiap kali pemeriksaan kesehatan di waktu-waktu rutin tertentu bagi
masyarakat Jepang. Bahkan dalam kurikulum pendidikan sejak Nursery School sudah rutin melaksanakan kesadaran akan makanan
sehat ala anak-anak balita. Minum susu segar pun sudah menjadi kebiasaan sejak
kecil dan diterapkan pada makan siang di semua sekolah. Jadi, kondisi hamil
sekalipun tidak butuh vitamin dan suplemen khusus untuk mendukung kehamilan,
kecuali kondisi khusus yang membutuhkan penanganan tambahan obat-obatan.
Comments
Post a Comment