Kehamilan Trimester Pertama di Jepang (3)


 Kunjungan Pegawai Yakuba ke Apaato (Sesi 1)

Saat menerima surat pengantar dari dokter kandungan Klinik Kurobe, suami segera mengantarkannya ke Yakuba. Saat itu bagian Mandegan Mother and Kids langsung merespon dengan sederet dokumen yang harus diisi. Karena seluruhnya berisi data yang harus saya isi sebagai subyek terlapor (ibu hamilnya) dan saya tidak ikut serta, maka mereka berjanji akan mengunjungi apaato/アパー/apartemen kami pada hari Kamis tanggal 1 Agustus pukul 10.00 pagi.
Saya ingat sekali pagi itu beliau datang tepat waktu dengan bersepeda dari kantornya. Beliau adalah seorang wanita paruh baya, profesinya adalah bidan yang bekerja sebagai pegawai negeri di kantor Yakuba Miki Town. Wajahnya ramah dan terlihat sangat bersahabat. Kelak, saat bertemu beliau di beberapa kesempatan lainnya pasti menanyakan kabar saya dan kandungan dengan wajah serius dan penuh keingintahuan.
Lagi-lagi acara hari itu kami didampingi oleh tutor suami yang baik hati dan suka menolong. Beliau akan bertindak sebagai penerjemah antara bidan pegawai Yakuba Miki Town dan kami yang akan diwawancarai. Tetapi ternyata sebagai bujangan si tutor banyak mengalami kesulitan dalam menerjemahkan istilah Jepang yang disampaikan oleh ibu bidan. Misalnya mual, menstruasi, dan semacamnya.
Saya ingat saat suami mengatakan bahwa “Maybe my wife pregnant”, beliau mengernyitkan kening dan berkali-kali bertanya “What is pregnant?” lalu membuka google translate di handphonenya dan meminta saya mengetikkan sendiri kata yang dimaksud. Saat arti dalam bahasa Jepang muncul si tutor baru kaget dan mengerti sambil bertanya, “Oh…really?” dengan full expression of typically Japanese people. Ya, maklum saja kalau mahasiswa satu ini masih jauh dari istilah demikian, karena rata-rata laki-laki Jepang berkomitmen dengan ikatan pernikahan diatas sekitar usia 35 tahunan.
The awkward moment saat kunjungan itu adalah saat beliau meminta menuliskan nama anak yang ada di dalam kandungan saya. What? Saya dan suami berpandang-pandangan cukup lama dan tampak sekali wajah bingung dan tidak yakin. Bayangkan saja, kandungan saya belum 3 bulan usianya dan nama anak sudah harus direncanakan. Memang sudah ada sebuah nama untuk anak laki-laki yang saya siapkan hasil hunting dari kamus dan google search dari Bahasa Jepang, but now…. really?
Karena melihat kami sangat kebingungan, akhirnya beliau bilang, “Daijoobu/大丈.... (tidak apa-apa) sambil meyakinkan kami bahwa memang tidak apa-apa. Mungkin memang demikian kebiasaan di Jepang, sudah merencanakan sejak dalam kandungan nama janin yang akan lahir nanti. Tapi dengan alasan kami belum tahu jenis kelamin janin yang dikandung, beliau memaklumi bagian nama anak dikosongkan dulu. Lagipula, lazimnya memberi nama anak dihari ketujuh bertepatan potong rambut dan aqiqah, bukan? Meskipun pastinya ‘ilham’ untuk memberi nama terbaik sudah dimulai jauh-jauh hari saat masih mengandung buah hati.
Beliau lalu menyerahkan sebuah tas berisi buku dan brosur kesehatan ibu dan anak. Sebuah buku Maternal and Child Health Handbook/子健康 (Boshi Kenko Techo) berwarna pink bergambar kartun ibu dan bayinya, dalam Bahasa Jepang sekaligus translasi dalam Bahasa Inggris, Portugal, Filipina, Cina dan Korea disetiap halamannya. Buku ini diterbitkan oleh Japan Family Planning Association (General Incorporated Association) dengan panduan dari Equal Employment, Children and Families Bureau of the Ministry of Health, Labor and Welfare. Buku ini yang akan mencatat riwayat kesehatan seorang anak sejak lahir hingga usia 12 tahun.
Selain itu, juga ada gantungan kunci yang bertuliskan “onakani akachan ga imasu/おなかに 赤ちゃ が いま” yang artinya dalam perut saya ada bayi, atau dengan bahasa lain ‘saya sedang mengandung’. Gambar serupa akan ditemui di kereta atau bis dibagian tempat duduk prioritas (priority seat) untuk lansia, penyandang cacat, ibu dengan anak bayi, dan salah satunya ibu hamil. Dengan memakai gantungan ini, orang lain dapat mengetahui bahwa seorang perempuan sedang mengandung meski usia kehamilannya masih muda dan bentuk perutnya belum terlihat.


Foto perlengkapan dan brosur kesehatan dari kantor Yakuba Miki Town
Selain dua benda penting tersebut, benda yang tak kalah penting nilainya adalah sebuah Guide Book berisi lebar diskon untuk pemeriksaan kesehatan ibu hamil. Didalamnya terdapat lembaran-lembaran yang berfungsi sebagai kupon pembayaran setiap kali kunjungan pemeriksaan di fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk. Ada beberapa warna yang berbeda di setiap lembarannya. 5 lembar warna pink untuk pemeriksaan kehamilan sampai trimester kedua, 6 lembar warna orange untuk trimester ketiga, warna putih 2 lembar untuk pemeriksaan di dokter gigi, dan 3 lembar warna kuning untuk pemeriksaan pasca persalinan.
Seluruh lembaran tadi masing-masing telah ditempeli print out kecil di sudut kiri atas, berisi nama pasien, tanggal lahir dan nomor registrasi pemeriksaan. Jadi, meski ada lembaran yang tersisa tetap tidak bisa diberikan kepada ibu hamil lainnya atau digunakan dikehamilan berikutnya.
Selain itu, juga terdapat beberapa buku lainnya seperti panduan dukungan keluarga terhadap ibu hamil, buku resep masakan sehat untuk ibu hamil, serta banyak brosur lainnya dalam Bahasa Jepang yang tidak sempat saya baca satu persatu. Diantaranya juga diberikan peta Kota Miki yang disebaliknya terdapat informasi taman-taman diseputaran Miki-cho yang terbuka untuk umum dan biasa dikunjungi anak-anak sebagai tempat bermain bersama keluarga.
Terasa singkat saja kunjungan beliau menanyakan segala sesuatu terkait kehamilan saya. Apakah ada kekhawatiran yang dirasakan, siapa yang membantu mengurus anak-anak, bagaimana kedepannya jika saya dan suami kuliah, apakah tidak masalah jarak kampus saya yang jauh setiap hari harus berkereta pulang-pergi, siapa yang bisa dihubungi jika nomor telpon suami tidak aktif, apakah ada orang lain disekitar yang bisa menjadi tempat konsultasi terkait kehamilan, apakah ada masalah dengan jarak Rumah Sakit yang cukup jauh, dan lain sebagainya.
Tidak terasa 1,5 jam berlalu, dan setelah beliau puas memastikan keadaan saya baik-baik saja dan mencatat seluruh informasi yang dibutuhkan terkait saya dan keluarga, beliau pamit pulang. Beliau berkata yang kira-kira artinya, “Semoga tetap sehat dan segala sesuatunya berjalan lancar. Jika ada sesuatu yang ingin dikonsultasikan atau butuh bantuan terkait apapun – misalnya ingin ditemani saat peeriksaan kehamilan - jangan segan-segan untuk menghubungi saya”.
Doumo arigatou gozaimasu! 

Comments

Popular posts from this blog

Masjid Pertama Kagawa dalam Doa dan Cita

Niat Pulang Kampung - Part 1

Pendidikan Karakter Khas Jepang (Part 2)