Pendidikan Karakter Khas Jepang (Part 1)
Sakura え: Pendidikan Karakter Khas Jepang
*Sekuel Buku 'Mencita Sakura'
Sebagaimana kita ketahui bersama, Jepang adalah negara dengan
karakter masyarakat yang khas dengan kebersihan, disiplin dan budaya baik
lainnya. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari pola pendidikan yang
diterapkan, sejak seorang anak mengikuti bangku Elementary School atau bahkan Nursery
School. Berikut hal-hal yang saya catat sebagai kelebihan dari pendidikan
karakter yang mengakar di kalangan siswa Negeri Sakura, yang telah berlangsung
dalam sistem pendidikan mereka sejak dulu.
Kerja Keras
Satu pekan setelah bergabung menjadi siswa Elementary School, Pekerjaan Rumah (homework) atau yang lazim disebut Syukudai (宿題) dalam Bahasa Jepang,
menjadi tugas Raisa sehari-hari. Sementara Finlandia yang saat ini (sering
disebut didaulat) sebagai negara dengan pendidikan terbaik di dunia telah
menghilangkan PR dalam kurikulum pendidikan mereka, Jepang justru tetap
mempertahankan PR hingga kini.
Tiada hari tanpa syukudai
di Jepang, saat akhir pekan syukudai
justru lebih banyak jumlahnya. Bahkan disaat libur panjang seperti libur musim
panas/Natsu Yasumi/なつ
やすみ
(summer holiday), syukudai bertumpuk-tumpuk dan
membutuhkan kerjasama dari orangtua untuk menyelesaikan keseluruhannya. Memang
libur musim panas sangat panjang, sekitar 6 pekan lamanya. Tapi jika
dibandingkan dengan libur bulan suci Ramadhan ditambah libur lebaran Idul Fitri
ditanah air yang kurang lebih sama, tugas PR yang dibebankan kepada siswa di
Jepang sangatlah banyak.
Berikut adalah contoh syukudai
selama musim panas (mulai sekitar pertengahan/akhir Juli sampai dengan awal
September) semester 1 yang diterima siswa tahun pertama Elementary School di Jepang:
1.
Mengerjakan buku Samaa
Sukiru (サマースキル/serapan bahasa Inggris Summer Skill), terdiri dari 24 halaman soal bahasa Jepang dan Sansuu/matematika. Ada lampiran Kotae/jawaban yang bisa dilihat untuk
memastikan jawaban benar/salah si anak;
2.
Mengerjakan buku Natsu
Yasumi Kurasu (夏休みクラス/ Summer Holiday Class) sebanyak 23 halaman.
Kurang lebih sama dengan buku pertama, hanya saja ada penugasan rumah seperti
mengelap kaca, menyiram bunga, membuang sampah, melipat baju, merapikan buku,
membantu memasak di dapur, yang bisa dicontreng jika sudah dikerjakan. Selain
itu juga ada lembar menggambar disertai penjelasan kegiatan, gambar kegiatan
selama musim panas dan ceritanya. Buku ini juga dilengkapi lembar jawaban
supaya orang tua yang kemampuan bahasanya masih terbatas tidak perlu repot
mencari jawaban di google translate;
3.
Lembar evaluasi apakah selama liburan setiap harinya siswa
tetap mengerjakan: ondoku/音読 (membaca nyaring), keisan kaado/計算 (kartu berhitung), hamigaki/歯磨き (menggosok gigi), jibun
no shigoto/自分 の 仕事 (kesadaran diri untuk
bekerja/bersih-bersih);
4.
Menulis ‘a postcard of
summer holiday celebration’, yaitu mengirim selembar kartu pos ukuran 10 cm
x 15cm (yang sudah dialamatkan atas nama guru kelasnya di sekolah), berisi
cerita siswa di musim panas disertai gambar yang diwarnai, dikirim melalui
kantor pos;
5.
Membuat onigiri/おにぎり, disertai bukti foto
kegiatan, step by step yang
dikerjakan anak, kesan anak dan juga orangtua yang mendampingi;
6.
3 lembar kertas tempat menggambar kegiatan selama liburan dan
kolom untuk menulis cerita dibawahnya;
7.
2 lembar kertas Asagao
Kansatsu Nikki/ 朝顔観察日記 (observation diary of morning glory
flower). Setiap anak harus membawa pot tanaman masing-masing kerumah,
dengan tinggi tanaman hampir setinggi tubuh anak saya. Bunga asagao/morning glory berwarna ungu,
tumbuh merambat dan menghasilkan biji setelah kelopak bunganya layu;
8.
Dokusyo kaado/ 読書 カード (kartu membaca) yang harus
diisi beberapa judul buku yang dibaca dan isi cerita, dan akan diceritakan
kembali (story telling) di depan
kelas;
9.
Menggambar peta perjalanan siswa sejak dari rumah ke sekolah,
disertai penjelasan daerah tertentu yang rawan bahaya dan harus waspada saat
berjalan kaki/menyeberang jalan;
10. Beberapa tugas pilihan
selain wajib yang bisa dipilih, apakah mengamati serangga, tanaman (dan objek
lainnya yang disukai siswa), jiyukenkyuu
(free study/belajar pelajaran
tertentu), membaca buku dan membuat kesimpulan dari isi buku yang dibaca;
11. Beberapa kegiatan yang
sebaiknya tetap diikuti, seperti hadir pagi hari di jadwal-jadwal tertentu
pukul 6.15 untuk senam pagi dan mencabut rumput. Hanya sekitar 10 menit saja
setelah itu pulang;
12. Selain itu, ada juga
tawaran summer challenge. Karena saya
meng'iya'kan untuk ikut, jadilah Raisa datang lagi ke sekolah di 3 kali saat
libur, jam 8 ke sekolah pulang jam 10.00 pagi. Ternyata pulangnya juga membawa
PR lagi hasil kerjaan di sekolah yang belum selesai beberapa lembar.
Menurut saya, budaya kerja keras sudah ditanamkan sejak dini.
Selalu ada penugasan di rumah, bahkan untuk anak Kindergarten sekalipun. Meskipun bentuk tugasnya hanya sebuah buku colorfull natsu yasumi dengan kegiatan menggambar, mewarnai, membentuk
permainan dari lembar yang siap dibentuk, menempel gambar, dan menandai
perharinya kegiatan selama libur (cuaca hari itu apakah
cerah-berawan-hujan, sikat gigi, buang air besar, dan kegiatan yang dilakukan sehari-hari).
Kadang saat anak mengeluh
terkait tugasnya yang sulit bahkan tidak dimengerti, saya membantu mengartikan
maksud soal tersebut sambil memotivasinya untuk lebih banyak bersabar. Seiring
berjalannya waktu, ternyata anak bisa beradaptasi dengan ritme tersebut dan
tidak lagi menjadikan tugas-tugas sekolahnya sebagai beban.
Sementara untuk penugasan
syukudai setiap harinya antara lain:
1. Ondoku/音読/membaca nyaring buku Bahasa nasional
(Kokugo/国語) sekitar 2 sampai 5 lebar, dan
harus diulangi sebanyak 3 kali;
2. Melafalkan sansuu kaado/ 算数カード
(kartu
aritmatika), yaitu kartu-kartu ukuran 2cm x 5 cm untuk latihan berhitung
bolak-balik, terdiri dari soal di satu sisi dan jawaban di sebalik kartu. Kartu
ini terdiri dari beberapa edisi antara lain Keisan
kaado/ 計算カード/calculation card, Hikizan
kaado/引き算/substraction card, dan Tashizan kaado/
足し算カード/addition card (seri 1 dan 2), dengan warna kartu yang
berbeda-beda. Kartu-kartu ini juga harus diulang sebanyak 3 kali;
3. Lembar syukudai dari buku aritmatika (Sansuu/算数) atau
buku bahasa
nasional (Kokugo/国語), atau keduanya.
Selain itu, menulis pengalaman dalam buku diary/nikki/日記 dilakukan mulai sejak semester 2,
antara 1-2 kali dalam 1 pekan. Guru akan mengevaluasi dengan membenarkan tata
bahasa, memberi pertanyaan detail terkait isi cerita misalnya ‘dengan siapa,
bagaimana atau seperti apa’, dan tak lupa tanggapan positif atas tulisan yang
telah dibuat. Setiap pekan kemampuan menulis siswa semakin berkembang dengan
baik, bahkan untuk seorang pemula dalam skill berbahasa Jepang seperti anak
saya.
Masing-masing tugas harus dibubuhi tandatangan orangtua, ada
buku catatan khusus untuk evaluasi. Sementara buku komunikasi antara orangtua
dan guru setiap harinya disebut dengan buku Renraku/連絡,
dimana semua syukudai yang
diberikan/penugasan lainnya untuk hari berikutnya dan hal penting yang ingin
disampaikan guru kepada orangtua ditulis dalam buku tersebut. Keesokan harinya,
semua buku-buku itu akan dievaluasi dan dibubuhi tandatangan guru kelas.
Kerjasama
Dulu, saat bersekolah SD sampai dengan SMA di tanah air saya masih
sempat merasakan piket membersihkan kelas bersama sekali dalam seminggu, dengan
personil yang telah dibagi antara jumlah siswa dikelas dengan jumlah hari aktif
sekolah. Saat ini, rasanya sebagian sekolah di Indonesia – apalagi sekolah
swasta dengan bayaran mahal per bulannya yang mempunyai pasukan Cleaning Service khusus – kegiatan piket
membersihkan kelas telah dihilangkan dari waktu pembelajaran siswa. Alasannya
agar siswa tidak terbebani dengan tugas satu ini dan hanya fokus belajar setiap
datang ke sekolah.
Lain halnya bagi negara Jepang, kegiatan bersih kelas adalah
salah satu elemen pembelajaran penting dalam kurikulum pendidikan mereka dari
dulu sampai sekarang. Menurut para guru, didalam kegiatan ini terdapat banyak
pelajaran pendidikan karakter yang tidak bisa diajarkan secara oral didepan
kelas, kecuali siswa merasakan langsung dari pengalaman yang dilaluinya selama
bersekolah. Salah satu pengalaman penting tersebut adalah kegiatan membersihkan
kelas bersama setiap harinya.
Bukan hanya tanggungjawab, siswa juga diajarkan ilmu
kerjasama dengan seluruh teman-temannya untuk kebersihan kelas yang mereka
gunakan bersama sehari-hari. Setiap siswa akan dikelompokkan dalam beberapa
grup untuk tugas kebersihan yang berbeda di sekitar ruang kelas, seperti
menyapu bagian dalam kelas, menyapu teras, merapihkan barang-barang,
membersihkan rak sepatu, mencabut rumput taman kelas, mengepel lantai,
menghapus papan tulis, dan sebagainya. Kegiatan ini adalah kegiatan penutup
yang dilakukan setelah pelajaran terakhir setiap harinya menjelang pulang
sekolah. Dan karena dilakukan bersama oleh seluruh siswa, pekerjaan ini justru
menjadi pelajaran yang menyenangkan bagi para siswa.
Meski demikian, tetap saja setiap sekolah mempunyai petugas
khusus cleaning service, tugasnya
adalah di area kolam renang, lapangan olahraga dan ruangan lainnya diluar
ruang-ruang kelas siswa. Siswa bertugas terhadap kebersihan ruang kelasnya
masing-masing yang digunakan bersama untuk tempat belajar, termasuk area toilet
yang digunakan siswa sehari-hari, hanya saja tugas ini dilakukan oleh
siswa-siswa kelas atas.
Toleransi dan Tanggungjawab
Setiap pagi, siswa harus berjalan kaki ke sekolah. Siswa
dengan jarak rumah ke sekolah yang cukup jauh diantarkan oleh orangtua dengan
mobil, atau menggunakan bus sekolah. Jumlahnya hanya segelintir siswa karena
hanya 1 – 2 buah bus saja yang beroperasi setiap hari dari 600 lebih total
siswa. Sebagian besar siswa memang berasal dari lingkungan di sekitar sekolah,
sehingga persentase terbesar adalah siswa pejalan kaki.
Saya sempat mengikuti perjalanan ‘jalan
kaki’ anak saya dan teman-temannya dihari pertama sekolah dan mengabadikannya
dengan foto-foto. Ada hal-hal yang menarik dari pengalaman berjalan kaki siswa
sekolah yang saya temukan, sehingga sampai pada kesimpulan bahwa urusan
berjalan kaki saja ada aturan yang diajarkan oleh sekolah.
Pertama saat mulai
berjalan dengan teman-temannya (tetangga apaato)
yang berjumlah 4 orang, seorang anak laki-laki kelas 2 berjalan paling depan.
Anak saya diarahkan untuk mengikuti dibelakangnya. Setelah itu teman sekelasnya
yang laki-laki dan terakhir kakaknya yang kelas 3. Mereka berjalan satu-satu,
tidak posisi bersebelahan dua-dua agar bisa mengobrol. Pimpinan paling depan adalah siswa paling
tinggi kedua tingkatan kelasnya (misalnya kelas 3), dilanjutkan siswa paling
rendah kelasnya (missal kelas 1) lalu diikuti berurut kebelakang hingga paling
belakang adalah siswa dengan tingkatan kelas tertinggi (missal kelas 5).
Ketika bertemu dengan
teman lainnya yang akan ikut masuk rombongan, dengan sendirinya posisi
menyesuaikan dengan aturan yang sama. Seorang yang paling besar kedua akan
mengambil tempat dimuka, lalu disusul yang paling kecil dibelakangnya. Siswa
paling besar mengambil posisi paling belakang. Posisi ini akan bubar dengan
sendirinya ketika sudah tiba di gang menuju sekolah.
Ternyata
setiap rombongan pejalan kaki ini memiliki penanggungjawab masing-masing.
Mereka adalah siswa yang berada diurutan paling belakang, biasanya anak kelas
6. Mereka akan dievaluasi oleh pihak sekolah terkait kondisi ‘anak buahnya’,
sehingga menjadi tugas mereka untuk memastikan setiap anggota berangkat dari
pos masing-masing sesuai menit yang ditentukan agar tiba di sekolah sesuai
jadwal dengan ritme perjalanan yang sama setiap harinya.
Sementara
itu, di persimpangan jalan perempatan tempat munculnya beberapa rombongan
anak-anak sekolah dari beberapa penjuru, seorang orangtua siswa telah siap
menunggu dengan peluit dan bendera khusus lalu lintas berwarna kuning. Tugas
ini dijadwal bergiliran setiap paginya kepada setiap orangtua siswa yang telah
menyatakan diri siap menjadi relawan. Sementara di dekat sekolah seorang guru
telah menunggu kedatangan siswa-siswa setiap pagi hari.
Foto saat berjalan kaki berangkat sekolah bersama


Comments
Post a Comment