Memulai Perjalanan Studi & Pencarian Beasiswa

Welcome Party International Students Kagawa University April 2018

Cita Kedua
Memulai Perjalanan Studi
& Pencarian Beasiswa
Sakura : Menentukan ‘Dimana’?
Disini saya ingin menceritakan bagaimana kisah suami akhirnya memilih negara Jepang sebagai tempat kuliah doktoralnya. Karena saya tentu saja, so simple, hanya sekedar mengikuti suami kemanapun beliau hijrah sebagaimana komitmen di awal.
Awalnya, kami mencoba cara mendaftar beasiswa studi sebuah negara yang sama pada waktu bersamaan. Saat selesai tes ITP, hasil yang diperoleh suami ternyata masih kurang dari syarat minimal TOEFL untuk mendaftar program doktoral. Maklum saja, selain syarat nilai TOEFL program doktoral jauh lebih tinggi dibandingkan program master, bidang ilmu beliau juga tidak berhubungan dengan bidang bahasa, khususnya Bahasa Inggris. Akhirnya diputuskan strategi selanjutnya adalah mencari tempat studi dengan prasyarat nilai dasar kemampuan Bahasa Inggris terjangkau, dengan terus meningkatkan skill berbahasa beliau.
Beliau yang bersehari-hari berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas negeri, tentu saja telah menentukan fokus bidang keilmuan yang akan ditempuh selanjutnya dalam perkuliahan doktoral beliau. Memilih bidang ilmu yang sesuai dengan dunia kerja adalah pilihan terbaik untuk pengembangan karir masa depan. Meskipun untuk sebagian orang, pada akhirnya harus memutar 1800 antara jurusan studi undergraduate (S1) dengan studi lanjutnya (master/doctoral degree) karena tuntutan dunia kerja untuk menyesuaikan antara tupoksi kerja dengan bidang ilmu yang akan diambil diperkuliahan lanjut.
Saya ingat ditengah masa kuliah jurusan Sastra Inggris dulu pernah mengalami titik jenuh yang membuat saya berpikir untuk pindah jurusan saja. Saat itu dalam masa menghafal Al-Qur’an di sebuah ma’had di Semarang, saya mengadukan pergolakan batin yang saya hadapi kepada guru pembimbing. Bagaimana tidak, sehari-hari dalam perkuliahan justru mendalami teori-teori yang bertentangan dengan akal sehat dan hati nurani. Di salah satu kelas dibahas bagi masyarakat agama adalah candu. Agama membuat masyarakat bersikap rasional dan menjadi tidak maju, karena mengajarkan Tuhan yang menyesatkan masyarakat karena hanya bisa serba menipu.
Lain waktu, dosen memberi tugas mengupas teori yang diawali dengan "Apakah kepercayaan akan Allah dapat dipertanggungjawabkan?" dan pertanyaan selanjutnya, “Apakah agama benar-benar baik bagi manusia Dan juga diskusi-diskusi mengenai eksistensi manusia mendahului esensinya; manusia ada dan kemudian menentukan ‘siapa dirinya’”. Pencetus teori ini tidak mengakui Tuhan lebih tinggi dari manusia, ujung-ujungnya menggiring pada pembenaran: penyangkalan akan Tuhan. Benar-benar mendobrak kejernihan pikir dan rasa sang mahasiswi terhadap Allah, Rasul-Nya dan Al-Qur’an.
Akan tetapi, jawaban yang saya dapatkan dari beliau saat itu sangatlah bijak. Jawaban yang membuat saya bertahan hingga menyelesaikan studi S1, bahkan menjadi sebuah motivasi dalam diri bahwa saya harus lanjut studi lagi sesuai dengan ilmu yang saya tempuh saat ini. Saya ingat sekali, sambil tersenyum beliau berujar,
Anakku, seorang muslim itu harus itqon, profesional. Sejak SD sampai kuliah, pendidikanmu di sekolah umum saja bukan? Alangkah baiknya kamu bersabar mendalami ilmu tersebut, kalau bisa S2 dan S3 dibidang yang sama. Masyarakat itu menilai dan menghargai lebih seseorang yang mendalam kapasistas keilmuwannya. Itu akan berdampak pada dakwah kita kepada mereka. Semestinya, kompetensi Al-Qur’an dan Bahasa Inggris adalah kombinasi yang unik untuk berdakwah ke kaum ammah. Dua semester lagi, anakku, bersabarlah!”
 Setelah menikah dan mempunyai 3 orang anak, saya menjadi guru di sebuah instansi negeri. Hanya saja, keilmuan yang pernah saya ambil tidak dapat diterapkan dibidang kerja saat itu. Maka saat ada lowongan kerja dengan kualifikasi bidang ilmu saya sebelumnya – dengan dorongan suami dan do’a orangtua dan mertua – saya memilih Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai tempat mengabdi yang baru.
Ketika akhirnya suami diterima di Ehime University dan saya berjuang untuk bisa menyusul beliau, pilihan studi yang saya ambil adalah yang berkenaan dengan tupoksi kerja sehari-hari, yaitu bidang pariwisata. Meskipun ternyata bidang bahasa Inggris dan pariwisata – juga manajemen bisnis – tergabung dalam satu fakultas yaitu Fakultas Ekonomi di Kagawa University, menandakan bahwa ilmu tersebut masih satu rumpun yang sama dengan keluaran lulusan berpredikat Master of Art (MA). Dan benar saja, dengan alasan mendalami bidang ilmu yang sesuai dengan tupoksi kerja, akhirnya – meski dengan penuh perjuangan dan do’a – permohonan tugas belajar saya disetujui oleh atasan.
Menentukan ‘dimana’ selanjutnya juga berkenaan dengan negara/wilayah dalam negara yang akan kita pilih untuk melanjutkan studi. Sebelum memutuskan memilih universitas di sebuah negeri, sangat direkomendasikan untuk mencari tahu terlebih dahulu terkait segala sesuatu hal dalam kehidupan perkuliahan dan bermasyarakat, juga perkiraan pengeluaran bulanan rata-rata.
Dengan kecanggihan teknologi saat ini, sangat mudah membuka komunikasi langsung dengan para senior dari Indonesia yang tengah/pernah menuntut ilmu di negeri tersebut. Laman internet juga menyediakan banyak informasi dan catatan terkait kampus/negeri yang ingin dikunjungi. Pada umumnya mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu diberbagai belahan dunia mempunyai organisasi khusus mahasiswa Indonesia, yang siap membantu saat calon mahasiswa Indonesia lainnya bertanya hal-hal terkait perkuliahan lanjut di negeri tersebut.
Misalnya saja membandingkan antara Jepang dan Hongkong, dengan besaran beasiswa dari sumber yang sama. Di Jepang, besaran beasiswa yang ditawarkan cukup untuk kehidupan perbulan – bahkan lebih untuk single atau yang bisa berhemat – tapi sangat kurang sekali untuk kebutuhan bulanan studi di negara Hongkong. Begitupun ketika berbicara tentang Jepang, pastikan dimana daerah yang akan dituju, karena biaya hidup di kota besar seperti Tokyo akan jauh lebih mahal dibanding perkotaan seperti Kagawa, apalagi daerah pedesaan seperti Kochi. Meskipun besaran besaran yang diterima untuk mahasiswa di sekitar Tokyo sedikit lebih tinggi dibanding daerah lain di Jepang, akan tetapi kebutuhan hidup bulanan juga jauh lebih tinggi lagi.
Dan untuk mahasiswa yang telah berkeluarga dan berencana membawa serta keluarganya seperti motivasi saya di bab sebelumnya, pastikan beasiswa tersebut menunjang kebutuhan hidup dengan tambahan tunjangan keluarga. Apabila tidak, setidaknya masih cukup untuk berhemat. Sekali lagi, bukan bermaksud materialistis tapi realistis. Kecuali untuk orang-orang tertentu yang memang cukup modal untuk membiayai kehidupannya diluar tanggungan beasiswa.

Comments

Popular posts from this blog

Masjid Pertama Kagawa dalam Doa dan Cita

Kehamilan Trimester Pertama di Jepang (3)

Study from Home Ala Anak SD Jepang