Lebaran Tanpa Liburan
Apa cuma aku yang merasa kalau waktu berlalu begitu cepatnya?
Khususnya Ramadhan, entah kenapa bulan yang satu ini selalu terasa cepat pergi.
“Sahur”
“Sahur”
Itu bunyi pesan yang masuk ke grup messenger komunitas muslim asal Indonesia. Tak lama, anggota
grup yang sudah bangun membalas dengan “jempol teracung”, menandakan penghuni kamar itu
sudah bangun. Selain alarm HP masing-masing, saling mengingatkan di grup adalah alarm kedua
untuk bangun sahur.
Pukul 3.06 sudah masuk waktu subuh.
Azan berkumandang.
Bukan dari masjid, tapi dari HP masing-masing. Dari aplikasi gratis yang diunduh dari play store.
Setelah itu melanjutkan dengan ibadah dzikir atau tilawah, tapi lebih sering dilanjutkan dengan
ketiduran. Apa daya jarak antara subuh ke aktivitas pagi lumayan panjang, dan waktu tidur belum
genap tertunaikan. Sedih, sering kehilangan berkah waktu pagi hari. Tapi mau bagaimana lagi, letih
mengajak tubuh ini bersandar sebentar. Lagi-lagi ketiduran.
Pukul 7 pagi si sulung harus berangkat jalan kaki ke sekolah, sekitar 30 menit. Sudah kelas 2 SD tapi
masih puasa bedug. Kami bawakan bento (bekal makanan) untuk dimakan di jam makan siang
bersama teman-temannya. Jadwal pelajaran olahraga mulai diganti renang karena masuk musim
panas. Sorenya pukul 3 atau 4 sore, dia harus pulang jalan kaki lagi.
Bukan tak mau tega menyuruhnya puasa seharian, tapi kami tak mau dipanggil pihak sekolah gara-
gara dehidrasi si kakak pingsan.
Saat libur akhir pekan, dia bisa puasa hingga maghrib. Alhamdulillah.
Saat itu aku sadar, kenapa libur panjang sekolah-sekolah di tanah air dipilih bulan Ramadhan. Untuk
mengajak anak-anak belajar berpuasa sejak dini.
Lanjut persiapan mengantar 3 orang adiknya ke Nursery School. Biasanya menjadi tugas suami,
karena aku harus segera naik kereta mengejar kelas kuliah pertama pukul 8.50. Kampus Ekonomi
ada di kota, 25 menit perjalanan kereta. Lanjut lagi 20 menit jalan kaki, atau kurang dari 10 menit
jika memilih rental sepeda.
Lalu zuhur tiba.
Menyebut mushola kampus berarti ruang ukuran 2,5 meter x 2,5 meter dibawah tangga. Kata pihak
kampus ini masih sementara, nanti akan dipindah ke ruangan yang lebih representatif. Beruntung
kampus Pertanian suami jauh lebih baik. Walau sebenarnya itu adalah International Room yang bisa
digunakan siapa saja, bukan sesungguhnya mushola.
Di ruang yang cukup luas itulah, pusat kegiatan mahasiswa muslim Internasional yang datang dari
macam-macam negara. Disana dilaksanakan shalat jumat, shalat lima waktu, tarawih, buka puasa
bersama.
Yenni Mulyati
Khususnya Ramadhan, entah kenapa bulan yang satu ini selalu terasa cepat pergi.
“Sahur”
“Sahur”
Itu bunyi pesan yang masuk ke grup messenger komunitas muslim asal Indonesia. Tak lama, anggota
grup yang sudah bangun membalas dengan “jempol teracung”, menandakan penghuni kamar itu
sudah bangun. Selain alarm HP masing-masing, saling mengingatkan di grup adalah alarm kedua
untuk bangun sahur.
Pukul 3.06 sudah masuk waktu subuh.
Azan berkumandang.
Bukan dari masjid, tapi dari HP masing-masing. Dari aplikasi gratis yang diunduh dari play store.
Setelah itu melanjutkan dengan ibadah dzikir atau tilawah, tapi lebih sering dilanjutkan dengan
ketiduran. Apa daya jarak antara subuh ke aktivitas pagi lumayan panjang, dan waktu tidur belum
genap tertunaikan. Sedih, sering kehilangan berkah waktu pagi hari. Tapi mau bagaimana lagi, letih
mengajak tubuh ini bersandar sebentar. Lagi-lagi ketiduran.
Pukul 7 pagi si sulung harus berangkat jalan kaki ke sekolah, sekitar 30 menit. Sudah kelas 2 SD tapi
masih puasa bedug. Kami bawakan bento (bekal makanan) untuk dimakan di jam makan siang
bersama teman-temannya. Jadwal pelajaran olahraga mulai diganti renang karena masuk musim
panas. Sorenya pukul 3 atau 4 sore, dia harus pulang jalan kaki lagi.
Bukan tak mau tega menyuruhnya puasa seharian, tapi kami tak mau dipanggil pihak sekolah gara-
gara dehidrasi si kakak pingsan.
Saat libur akhir pekan, dia bisa puasa hingga maghrib. Alhamdulillah.
Saat itu aku sadar, kenapa libur panjang sekolah-sekolah di tanah air dipilih bulan Ramadhan. Untuk
mengajak anak-anak belajar berpuasa sejak dini.
Lanjut persiapan mengantar 3 orang adiknya ke Nursery School. Biasanya menjadi tugas suami,
karena aku harus segera naik kereta mengejar kelas kuliah pertama pukul 8.50. Kampus Ekonomi
ada di kota, 25 menit perjalanan kereta. Lanjut lagi 20 menit jalan kaki, atau kurang dari 10 menit
jika memilih rental sepeda.
Lalu zuhur tiba.
Menyebut mushola kampus berarti ruang ukuran 2,5 meter x 2,5 meter dibawah tangga. Kata pihak
kampus ini masih sementara, nanti akan dipindah ke ruangan yang lebih representatif. Beruntung
kampus Pertanian suami jauh lebih baik. Walau sebenarnya itu adalah International Room yang bisa
digunakan siapa saja, bukan sesungguhnya mushola.
Di ruang yang cukup luas itulah, pusat kegiatan mahasiswa muslim Internasional yang datang dari
macam-macam negara. Disana dilaksanakan shalat jumat, shalat lima waktu, tarawih, buka puasa
bersama.
Yenni Mulyati
Comments
Post a Comment