Menulislah Agar Terus Dikenang Sejarah



Ibu saya adalah seorang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama. Beliau mengampu mata pelajaran ini untuk kesemua bidangnya, terpadu mulai dari ekonomi, sejarah, dan geografi.  Sayangnya, saya tidak mewarisi kecerdasan beliau terhadap penguasaan ilmu IPS. Justru sebaliknya, sejak SD hingga SMA nilai IPS saya merupakan nilai terendah dari semua mata pelajaran yang ada. Aneh, tapi demikian adanya. Kalau ditanya mengapa, mungkin saya akan menjawab karena bukan minat saya disana. Itu juga yang menyebabkan saya memilih jurusan IPA ketika SMA, meski sebenarnya tidak berbakat juga. Maklum belum ada jurusan bahasa saat itu di SMA – meskipun notabene itu adalah sekolah negeri terfavorit di pesisir Pantai Sekera, Pulau Bintan - yang menampung bakat dan minat saya. Jadi saat bakat atau minat harus bertarung, pasti seseorang akan memilih apa yang lebih diminatinya. Ia tak akan merelakan berkecimpung dibidang yang meskipun dikuasai oleh bakatnya, tapi tanpa ada passion untuk menjalaninya. Kalaupun ia bukan seorang pejuang tangguh untuk mempertahankan apa-apa yang diminatinya karena tekanan atau paksaan pihak lain, pasti ia akan menjalaninya tanpa gairah. Pasrah. Sampai titik jenuh perjalanannya akan mengajaknya untuk kembali mencari apa-apa yang menyemangati. 

Kembali kepada pelajaran IPS, selepas SD saya masuk di SMP tempat ibu saya bertugas. Setiap kali beliau masuk kelas dan memulai pelajaran, disaat itu pula pikiran saya memulai perjalanan. Mengembara entah kemana. Contohnya saat beliau menjelaskan materi selama satu setengah jam tanpa henti – kecuali sesekali mengingatkan siswa yang mengantuk, berisik atau mengganggu temannya – yang saya pikirkan adalah bagaimana bisa semua bahan pelajaran itu bisa beliau jelaskan seperti mendongeng saja. Sambil berjalan-jalan mengitari kelas, mulut beliau terus berbicara. Maklum antara tahun 1999 – 2002 metode ceramah adalah paling mutakhir digunakan guru-guru profesional pada zamannya, selain CBSA atau Catat Buku Sampai Abis (pelesetan dari Cara Belajar Siswa Aktif yang menjadi jargon zaman itu). Dan sayapun sama, otak ini berjalan-jalan sepanjang jam pelajaran. Seperti saya saat itulah, type siswa yang lebih sulit dari sekedar lemot atau lambat berpikir. Raga di kelas tapi berimajinasi sendiri. Siswa seperti ini, orangtuanya harus bersyukur berapapun nilai yang didapatkan sang anak. Seperti Ibu saya yang akan mengomel sambil mata dan tangannya memeriksa hasil jawaban ujian IPS saya yang banyak salahnya. Dan saya hanya senyum-senyum saja.

Kembali ke pelajaran IPS, salah satu yang saya ingat dari materi yang beliau ajarkan adalah penjelasan mengenai zaman prasejarah. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah ditandai dengan ditemukannya tulisan. Era sejarah dimulai jika dibuktikan dengan catatan, prasasti, dan semacamnya. Sementara bukti-bukti prasejarah didapat dari artefak-artefak yang ditemukan di daerah penggalian situs prasejarah. Saat itu pikiran saya menyimpulkan bahwa keberadaan manusia hanya akan ditandai jika ia meninggalkan jejak tulisan. Ya, ia harus menulis to say that i’m exist. Bahkan pengeliling bumi yang pertama ternyata adalah orang Indonesia. Bukti tertulis menunjukkan bahwa ia lebih dulu melakukan penjelajahan dibanding yang tertulis dalam kebanyakan buku-buku sejarah. Menarik untuk disimak dan menambah wacana kesejarahan. Baca tautannya di link berikut.


Sejak kelas IPS itulah, saya mulai bercita-cita menjadi penulis. Meski sampai saat ini belum menghasilkan karya apapun, saya tetap memendam impian itu. Dan kilas balik bagi diri saya sendiri, agar menulislah jika ingin terus dikenang sejarah. Karena masa depan hanya akan mengingat apa-apa yang tercatat dalam tulisan untuk mencari bukti sejarah masa lalu. Bahkan, ciptakan sejarahmu sendiri melalui tulisan-tulisanmu. Kau tak akan pernah tau setelahnya, bisa jadi ia akan menggerakkan orang lain menemukan jalan cahaya. Meski nanti kau telah tiada, akan terus mengalir atas namamu kebajikan pahala yang terinspirasi dari deret-deret kata yang pernah kau gores diawali asma-Nya.

Sejarah selalu berulang, dan tak akan pernah lekang.
Menjadi pilihanmu untuk menjadi bagian dari yang terus dikenang.

--------  ---------- ----------

Terimakasih Ibu, telah menjadi inspirasi dari tulisan kali ini. Bukannya tak menghargai, tapi semata hanya untuk menjadi pengingat diri. Semoga Allah mengasihimu sebagaimana kasihmu kepadaku diwaktu kecil, dan memberikan sebaik-baik derajat di dunia dan jannah-Nya nanti. Teruslah doakan anakmu ini agar mampu menghadiahimu mahkota paling indah dengan istiqomah bersama Kalam Ilahi. Kehidupan di dunia ini berat sungguh, kecuali ridho dan doa-doamu memudahkannya untukku. Masih banyak impian yang ingin kuraih, lalu menyandingmu bersama dalam kebahagiaan itu. 


Kagawa, 23 Mei 2017

------- -------- --------

*Ini bukan tulisan mengenai pelajaran IPS/sejarah, apalagi penulis bukan ahli dibidangnya. Semoga menjadi ibroh untuk bersama.

Comments

Popular posts from this blog

Masjid Pertama Kagawa dalam Doa dan Cita

Niat Pulang Kampung - Part 1

Pendidikan Karakter Khas Jepang (Part 2)