Cahayamu Ada di Surga, Bu.....
Izinkan aku berkisah tentangnya.
Tentang seorang wanita paruh baya. Beliau mengikuti Musabaqah Tilawatil Quran cabang cacat netra mewakili Kota Gorontalo. Ya, beliau seorang tuna netra. Seorang ibu yang dengan senyum manisnya bersedia bertutur lembut, berkisah tentang dirinya. Kisah beliau yang ingin kubagi, semoga menuai hikmah untuk sesama.
Apakah beliau buta sejak lahir? Tidak. Menikah di usia 18tahun dengan pujaan hatinya, kondisi tubuh termasuk matanya normal seperti orang kebanyakan. Lalu lahirlah buah hati pertamanya seorang putri..lalu menyusul buah hati keduanya. Saat itulah, seminggu pasca melahirkan beliau pendarahan hebat seperti orang miskram (keguguran). Tidak lama kemudian, penglihatannya mulai berkurang. Rupa berembun katanya. Ia sering bertanya, so mo ujan ini? Tidak, terang benderang bagini..jawab orang-orang disekitarnya. Seiring berlalu waktu, penglihatanny pun semakin menghilang. Ia pun pergi mengunjungi dokter. Menurut dokter itu adalah katarak. Tidak puas, ia pun mencari second opinion ke dokter spesialis mata. Sang dokter mengatakan ini bukan katarak, hasil pemeriksaan menunjukkan kondisi mata beliau bersih. Tidak ada lendir atau titik-titik yang menutupi fungsi retina. Tapi seakan tidak yakin akan hasil pemeriksaannya, dokter itu meminta beliau dan suaminya kembali lagi pekan depan. Ada alat pemeriksa yg lebih canggih katanya, saat itu masih dalam pengiriman dari Jawa. Kembali lagi seminggu kemudian, sang dokter menegaskan benar gangguan itu bukan karena katarak. Kata orang awam.. darah putih naik ke kepala pasca melahirkan. Wallaahu'alam.
'Puncaknya' adalah ketika ada kapal TNI AL yang merapat dan mengadakan operasi gratis bagi bibir sumbing,katarak,dll. Suaminya tergugah ingin mencoba untuk kesembuhan istri tercinta. Sempat meminta pengantar ke dokter mata yang pernah dikunjunginya.. sang dokter mengatakan bahwa ini bukan katarak, kalau dilakukan operasi justru bisa mengakibatkan kebutaan total. Tapi berhubung pelayanan gratis ini tidak membutuhkan surat pengantar, mereka tetap difasilitasi. Merasa tidak enak dengan sang suami yang setiap hari pulang lelah mencari nafkah masih harus memasak untuk dirinya-tugas yang harusnya dikerjakan istri, yang dulu saban hari dilakoninya sebelum penglihatannya kabur-akhirnya ibu tersebut setuju.
Kenapa saya sampaikan kalau ini adalah 'puncaknya'? Karena saat operasi dilakukan, beliau dalam keadaan sadar, tidak dibius dan merasakan sakit yang luarbiasa saat mata kanannya dikelupas, entah jaringan apa namanya. Dan darah menetes deras.. kemudian beliau menolak mata kirinya diperlakukan sama. Ceritanya sampai berbunyi krek krek...alatnya. Cukup satu saja katanya. Dan seperti bisa kita tebak bersama, sampai lukanya mengering matanya tidak bisa melihat kembali. Bahkan yang kiri juga tidak lagi berfungsi pasca operasi. Gelap sama sekali.
Lalu bagaimana dengan suaminya? Ya, live must go on... Ibu ini kembali berkisah kalau ipar-iparnya mendesak pada suaminya, "kawin ulang jo..bekeng apa bini buta bagini" ah.... alasan apa lagi yang bisa diungkap oleh laki-laki normal pada umumnya? Cukup syar'i sudah baginya untuk berpoligami. Tapi jawabnya, "Tidak...." Suami saya bilang begini, tutur ibu itu, " Ini ujian pa ngana, ujian juga pa kita...Allah pasti punya rencana lain pa torang" ah, beliau bukan seorang ustad atau ulama. Hanya sopir biasa...tapi bisa memaknai ujian yang dialami istrinya sebagai ujian bagi dirinya juga. Apakah sanggup bersabar bahkan menularkan kesabaran itu untuk istrinya agar kuat menghadapi ujian dari Allah. Menjadi pundak tempat bersandar saat istrinya kehilangan daya. Ya, ia sudah kehilangan daya. Jalan pun tertatih harus dituntun orang lain. Tapi kalau engkau punya waktu untuk menilik sejenak kemari wahai kawan, akan engkau dapati anak perempuannya yg kini kuliah di IAIN selalu sabar mendampingi ibundanya. Mengambilkan makanan, mengantarnya kemanapun, menerima semua perintah yg ditugaskan kepadanya sebagai ganti 'mata' ibunya. Dan suaminya, wahai...seorang lelaki berkulit legam berwajah keras... tapi pasti dengan kesabaran, kelembutan dan kesetiaan yang luarbiasa.
Dan sekali lagi, kalau kau punya waktu kawan, datanglah kemari untuk mendengarnya langsung bersenandung Al-Qur'an. Bisa ikut kafilah Kota Gorontalo, karena ulah tetangganya yang sering mendengarnya belajar bersenandung dari radio, lalu mendaftarkan sang ibu pada MTQ tingkat kecamatan. Ia baru belajar 3 bulan yang lalu, dan ia tidak bisa membaca Al-Qur'an lagi. Hanya dulu saat masih melihat katanya. Ia bersenandung dengan menghafal ayat-ayat yang direkamnya. Lalu aku teringat pada hafalan Qur'anku. Malu rasanya tidak banyak bersyukur dengan muroja'ah sebanyak-banyaknya...dan tetiba rindu membuncah untuk 'melihat dengan penuh cinta' kitab lusuhku.
Dan kututup perbincangan dengan beliau dengan doa, "Semoga cepat sembuh bu..." Ibu yang gurat paras cantiknya masih jelas diusianya yang paruh baya, memang sempat membuat panik panitia karena pingsan ditengah-tengah latihan berlangsung. Rupanya tekanan darahnya turun dan mengakibatkan pusing dan lemas. Teman kamarnya menuturkan, ia masih latihan bersenandung sampai jam 2 malam dan sudah bangun kembali pukul 4.30 pagi, untuk latihan kembali. Duhai ibu...sebuah tamparan keras betapa usahamu yang sungguh-sungguh membuat kami malu.
Ibu Masrita, mungkin kau tidak dikenal oleh penduduk bumi..tapi penduduk langit pasti merindukanmu. Kau kehilangan penglihatanmu, tapi kau dberkahi anak-anak berbakti dan pendamping hidup yang tulus mencintai. Disaat kami disuguhi tragedi anak membangkang tidak 'ba dengar' orangtua bahkan membunuh ayah kandung sendiri, serta fenomena bahugel -selingkuh versi orang Gorontalo- yang marak terjadi disekitar kami...keluargamu memberi teladan bakti anak pada orangtua dan memberi bukti pendamping hidup yang kesetiaannya sulit dimaknai bahkan oleh kata cinta sekalipun. Cc sayangku Agus Bahar Rachman
Terimakasih atas pelajaran hidup yang sangat berharga selama di karantina TC ini.. terimakasih utk motivasi baru agar menjaga hafalan sungguh-sungguh kalau-kalau musibah menimpa, seperti yang pernah terjadi pada Bunda Dani yang sabar dan kini semangat belajarnya luar biasa. Juga kepada guru-guruku Ummu Azzam Novianita Achmad Sri Endang Yamin Zuhriana Yusuf Upik Nadjamuddin Beti Bantu erni jahja Sharifa Ummah Nita Qonita yang semangat menghafalnya mengalahkan semangat anak-anak muda...
Allaahummarhamna bilqur'aan...
Allaahumma baariklanaa fii rajaaba wa sya'ban wa balighnaa Ramadhan.. aamiin
*Tulisan ini pernah di post di FB pada 16 Mei 2016 saat tangan ini begitu gatel untuk menulis tentang beliau sampe ga bisa tidur dan for the first time ini forever history, di share sebanyak 28 kali. Hehehe... jarang-jarang dapet inspirasi yang memotivasi begini.
Tentang seorang wanita paruh baya. Beliau mengikuti Musabaqah Tilawatil Quran cabang cacat netra mewakili Kota Gorontalo. Ya, beliau seorang tuna netra. Seorang ibu yang dengan senyum manisnya bersedia bertutur lembut, berkisah tentang dirinya. Kisah beliau yang ingin kubagi, semoga menuai hikmah untuk sesama.
Apakah beliau buta sejak lahir? Tidak. Menikah di usia 18tahun dengan pujaan hatinya, kondisi tubuh termasuk matanya normal seperti orang kebanyakan. Lalu lahirlah buah hati pertamanya seorang putri..lalu menyusul buah hati keduanya. Saat itulah, seminggu pasca melahirkan beliau pendarahan hebat seperti orang miskram (keguguran). Tidak lama kemudian, penglihatannya mulai berkurang. Rupa berembun katanya. Ia sering bertanya, so mo ujan ini? Tidak, terang benderang bagini..jawab orang-orang disekitarnya. Seiring berlalu waktu, penglihatanny pun semakin menghilang. Ia pun pergi mengunjungi dokter. Menurut dokter itu adalah katarak. Tidak puas, ia pun mencari second opinion ke dokter spesialis mata. Sang dokter mengatakan ini bukan katarak, hasil pemeriksaan menunjukkan kondisi mata beliau bersih. Tidak ada lendir atau titik-titik yang menutupi fungsi retina. Tapi seakan tidak yakin akan hasil pemeriksaannya, dokter itu meminta beliau dan suaminya kembali lagi pekan depan. Ada alat pemeriksa yg lebih canggih katanya, saat itu masih dalam pengiriman dari Jawa. Kembali lagi seminggu kemudian, sang dokter menegaskan benar gangguan itu bukan karena katarak. Kata orang awam.. darah putih naik ke kepala pasca melahirkan. Wallaahu'alam.
'Puncaknya' adalah ketika ada kapal TNI AL yang merapat dan mengadakan operasi gratis bagi bibir sumbing,katarak,dll. Suaminya tergugah ingin mencoba untuk kesembuhan istri tercinta. Sempat meminta pengantar ke dokter mata yang pernah dikunjunginya.. sang dokter mengatakan bahwa ini bukan katarak, kalau dilakukan operasi justru bisa mengakibatkan kebutaan total. Tapi berhubung pelayanan gratis ini tidak membutuhkan surat pengantar, mereka tetap difasilitasi. Merasa tidak enak dengan sang suami yang setiap hari pulang lelah mencari nafkah masih harus memasak untuk dirinya-tugas yang harusnya dikerjakan istri, yang dulu saban hari dilakoninya sebelum penglihatannya kabur-akhirnya ibu tersebut setuju.
Kenapa saya sampaikan kalau ini adalah 'puncaknya'? Karena saat operasi dilakukan, beliau dalam keadaan sadar, tidak dibius dan merasakan sakit yang luarbiasa saat mata kanannya dikelupas, entah jaringan apa namanya. Dan darah menetes deras.. kemudian beliau menolak mata kirinya diperlakukan sama. Ceritanya sampai berbunyi krek krek...alatnya. Cukup satu saja katanya. Dan seperti bisa kita tebak bersama, sampai lukanya mengering matanya tidak bisa melihat kembali. Bahkan yang kiri juga tidak lagi berfungsi pasca operasi. Gelap sama sekali.
Lalu bagaimana dengan suaminya? Ya, live must go on... Ibu ini kembali berkisah kalau ipar-iparnya mendesak pada suaminya, "kawin ulang jo..bekeng apa bini buta bagini" ah.... alasan apa lagi yang bisa diungkap oleh laki-laki normal pada umumnya? Cukup syar'i sudah baginya untuk berpoligami. Tapi jawabnya, "Tidak...." Suami saya bilang begini, tutur ibu itu, " Ini ujian pa ngana, ujian juga pa kita...Allah pasti punya rencana lain pa torang" ah, beliau bukan seorang ustad atau ulama. Hanya sopir biasa...tapi bisa memaknai ujian yang dialami istrinya sebagai ujian bagi dirinya juga. Apakah sanggup bersabar bahkan menularkan kesabaran itu untuk istrinya agar kuat menghadapi ujian dari Allah. Menjadi pundak tempat bersandar saat istrinya kehilangan daya. Ya, ia sudah kehilangan daya. Jalan pun tertatih harus dituntun orang lain. Tapi kalau engkau punya waktu untuk menilik sejenak kemari wahai kawan, akan engkau dapati anak perempuannya yg kini kuliah di IAIN selalu sabar mendampingi ibundanya. Mengambilkan makanan, mengantarnya kemanapun, menerima semua perintah yg ditugaskan kepadanya sebagai ganti 'mata' ibunya. Dan suaminya, wahai...seorang lelaki berkulit legam berwajah keras... tapi pasti dengan kesabaran, kelembutan dan kesetiaan yang luarbiasa.
Dan sekali lagi, kalau kau punya waktu kawan, datanglah kemari untuk mendengarnya langsung bersenandung Al-Qur'an. Bisa ikut kafilah Kota Gorontalo, karena ulah tetangganya yang sering mendengarnya belajar bersenandung dari radio, lalu mendaftarkan sang ibu pada MTQ tingkat kecamatan. Ia baru belajar 3 bulan yang lalu, dan ia tidak bisa membaca Al-Qur'an lagi. Hanya dulu saat masih melihat katanya. Ia bersenandung dengan menghafal ayat-ayat yang direkamnya. Lalu aku teringat pada hafalan Qur'anku. Malu rasanya tidak banyak bersyukur dengan muroja'ah sebanyak-banyaknya...dan tetiba rindu membuncah untuk 'melihat dengan penuh cinta' kitab lusuhku.
Dan kututup perbincangan dengan beliau dengan doa, "Semoga cepat sembuh bu..." Ibu yang gurat paras cantiknya masih jelas diusianya yang paruh baya, memang sempat membuat panik panitia karena pingsan ditengah-tengah latihan berlangsung. Rupanya tekanan darahnya turun dan mengakibatkan pusing dan lemas. Teman kamarnya menuturkan, ia masih latihan bersenandung sampai jam 2 malam dan sudah bangun kembali pukul 4.30 pagi, untuk latihan kembali. Duhai ibu...sebuah tamparan keras betapa usahamu yang sungguh-sungguh membuat kami malu.
Ibu Masrita, mungkin kau tidak dikenal oleh penduduk bumi..tapi penduduk langit pasti merindukanmu. Kau kehilangan penglihatanmu, tapi kau dberkahi anak-anak berbakti dan pendamping hidup yang tulus mencintai. Disaat kami disuguhi tragedi anak membangkang tidak 'ba dengar' orangtua bahkan membunuh ayah kandung sendiri, serta fenomena bahugel -selingkuh versi orang Gorontalo- yang marak terjadi disekitar kami...keluargamu memberi teladan bakti anak pada orangtua dan memberi bukti pendamping hidup yang kesetiaannya sulit dimaknai bahkan oleh kata cinta sekalipun. Cc sayangku Agus Bahar Rachman
Terimakasih atas pelajaran hidup yang sangat berharga selama di karantina TC ini.. terimakasih utk motivasi baru agar menjaga hafalan sungguh-sungguh kalau-kalau musibah menimpa, seperti yang pernah terjadi pada Bunda Dani yang sabar dan kini semangat belajarnya luar biasa. Juga kepada guru-guruku Ummu Azzam Novianita Achmad Sri Endang Yamin Zuhriana Yusuf Upik Nadjamuddin Beti Bantu erni jahja Sharifa Ummah Nita Qonita yang semangat menghafalnya mengalahkan semangat anak-anak muda...
Allaahummarhamna bilqur'aan...
Allaahumma baariklanaa fii rajaaba wa sya'ban wa balighnaa Ramadhan.. aamiin
*Tulisan ini pernah di post di FB pada 16 Mei 2016 saat tangan ini begitu gatel untuk menulis tentang beliau sampe ga bisa tidur dan for the first time ini forever history, di share sebanyak 28 kali. Hehehe... jarang-jarang dapet inspirasi yang memotivasi begini.
Comments
Post a Comment