Mengapa Ulya = Supernova?

Ini kisah yang sudah lama berlalu. Sebuah haru yang membiru, saat gelaran mahasiswi masih sandang di bahu. Mungkin tak penting semua orang tahu. Tapi moment itu - paling tidak membuatku belajar dan untuk terus ingat - bahwa tak semua orang seperti yang kita mau. Sebagian berbeda karena masa lalu, atau alasan lain yang membeku dalam semu.

Tiada yang niscaya. Baik dari proses awal terbentuk apalagi perjalanannya. Itulah mengapa setiap orang berbeda. Dan kita hanya manusia. Yang tidak bisa menafikan, bahwa kita juga membutuhkan insan lainnya untuk berkaca. Siapa sebenarnya kita.

***

Pekan itu agenda halaqoh berlangsung berbeda. Tidak seperti pertemuan pekanan rutin biasa, kali ini diganti dengan mabit. Malam bina iman dan taqwa. Didalamnya ada bejubel agenda yang sayang untuk dilewatkan, dan sangat menarik untuk dinikmati. Maklum, mabit hanya beberapa bulan sekali. Sebelumnya ada perencanaan jeli, izin kepada wali, persiapan perbekalan fisik dan ruhani, hingga hal-hal kecil dipersiapkan teliti. Maka mabit selalu istimewa dan dinanti.

Adalah mabit pada malam itu - entah sudah yang kesekian kalinya - berlangsung di wisma Al-Izzah. Berbagai agenda satu-persatu terlampaui. Hingga di penghujung acara, sang murobbi dengan ide kreatifnya mengajak kami para mutarobbi untuk bermain memberi nama. Kami harus mencarikan nama alias bagi teman yang duduk di sisi kanan masing-masing. Ketentuannya hanya satu, paling menggambarkan karakter kami masing-masing.

Aku tidak ingat satu-persatu nama yang diberikan pada sahabat-sahabatku. Yang masing terngiang adalah nama apa yang kuberikan dan apa yang kudapatkan. Aku ingat memberikan nama "Langit Senja" untuk sahabatku Yucha. Karena ia begitu indah untuk dipandang. Bukan sekedar "indah" dalam arti harfiah (memang tubuhnya yang imut dibalut pakaian islami yang serba matching dari jilbab, bros, baju, rok bahkan kadang kaus kaki dengan warna senada), tapi lebih dari itu... kecil-kecil ia cabe rawit. Semangat juangnya, disiplin, keberanian dan hal-hal yang berkutat seputar itu adalah keindahan yang patut dikagumi. Seperti langit senja yang tak pernah membosankan untuk dinikmati.

Tibalah giliranku. Kira-kira nama apa yang akan diberikan sebagai simbol diriku atas pandangannya? Ya, kebetulan sekali yang berada di samping kiriku adalah sahabat yang pernah memiliki sedikit catatan kelam dalam hubungan persahabatan kami. Masalah yang sangat sangat sepele sekali, namun ditanggapi oleh dua hati yang berbeda sama sekali. Satunya sensitif, dan satu lagi tidak peka. Jadilah masalah. Ternyata pandangan seseorang terhadap situasi tertentu berhubungan dengan suasana hati. Apalagi jika ditambah dengan faktor masalah lain yang sedang membebani. Kun fayakun. Jadilah ia... sebuah luka menganga kasat mata.

"De, mau ngasih nama apa buat ulya?", tanya mbak Ita dengan manisnya.

Ia diam sejenak, lalu menjawab singkat. "Supernova"

"Boleh tau kenapa milih nama itu?", masih dengan senyum manis mbak Ita bertanya lagi.

Sembari duduk memeluk kedua lulutnya dan menaruh dagunya di pertemuan kedua lutut ia berujar perlahan. Hanya perlahan, namun entah karena aku tepat berada di sisinya atau telingaku yang sudah menaikkan frekuensi ambang dengarnya, rasanya kata-kata itu begitu jelas terngiang. Bahkan hingga saat ini.

"Karena Ulya itu dekat, hangat...
tapi jauh, tak tersentuh..."

Satu detik. Dua detik. Tiga detik berlalu. Kami semua terdiam. Semua mata menatapnya, ia yang sedang memandang kosong ke lantai. Sampai mbak Ita memecah kehengingan dengan sorak cerianya,

"Indah banget, dek...."

Lalu agenda pun berlanjut dalam kebisuan yang kaku.

***

Masa setelah itu berlalu dengan baik. Aku satu-satunya yang sekelas dengannya di peminatan Literature. (Selebihnya sahabatku lainnya memilih Linguistik. Sebenarnya akupun masuk dalam jajaran yang berhak mengambil Linguistik, namun kuputuskan untuk menghadap Ketua Jurusan dan minta pindah peminatan. Bagaimana aku mengalihkan cintaku terhadap puisi, kepada translation dan sosiolinguistik? Oh, aku tak sanggup...). Lebih dari itu, aku masih jalan bersama, mendengar cerita-ceritanya, bahkan jauh-jauh memenuhi undangan pernikahannya di Sukabumi, disaat hanya aku dan seorang sahabat lainnya yang bisa hadir mewakili seluruh teman yang menyayanginya di Semarang.

Namun, entahlah... ibarat sebuah pameo yang mengatakan gelas yang retak tidak akan pernah utuh kembali. Kami berinteraksi, berbagi, belajar memahami dan membersamai.. tapi tak benar-benar sehati. Ada kegamangan yang membekas, kekakuan yang getas, belenggu yang tak bisa lepas. Kami satu kelas namun terasa bersekat, kami belajar membalas cinta namun tak benar-benar lekat. Kami... entahlah.

Bahkan hingga kini, setiap kali namanya disebut mampu menggetarkan hatiku kembali. Mengingatkanku akan supernova, ledakan dari suatu bintang di galaksi yang memancarkan energi. Lebih banyak dari nova. Meski peristiwa ini menandai berakhirnya riwayat suatu bintang, namun bintang itu akan tampak sangat cemerlang dan bahkan kecemerlangannya bisa mencapai ratusan juta kali cahaya bintang tersebut semula.

Sahabatku, terimakasih atas nama Supernova. Aku ingin menjadi bintang yang mengalami kejadian itu, dimana beberapa minggu atau bulan sebelumnya ia akan melepaskan energi setara dengan energi matahari yang dilepaskan matahari seumur hidupnya. Luar biasa. Menghasilkan ledakan yang meruntuhkan sebagian besar material bintang pada kecepatan 30.000 km/s yang setara 10% kecepatan cahaya, dan melepaskan gelombang kejut yang mampu memusnahkan medium antarbintang.

Aku ingin menjadi Supernova, yang berperan memperkaya medium antarbintang dengan elemen-elemen massa yang lebih besar. Kemudian gelombang kejut dari ledakan itu mampu membentuk formasi bintang baru. Menghasilkan logam untuk memperkaya awan antar bintang dan menciptakan kehidupan baru alam semesta. Aku ingin menjadi manusia seperti itu, jika itu doamu, Sahabatku. Manusia yang melejitkan potensi diri untuk menebar sebanyak kebaikan di bumi.

Meskipun kita jauh dan tak tersentuh, namun rasakanlah hati ini begitu dekat dan hangat.

Sahabatku, aku mencintaimu karena Allah...


Supernova


Supernova Keplers yang indah



Comments

Popular posts from this blog

Masjid Pertama Kagawa dalam Doa dan Cita

Niat Pulang Kampung - Part 1

Pendidikan Karakter Khas Jepang (Part 2)